Rabu, 25 Januari 2012

Pewarna Alam Bikin Warna Batik Jadi Unik

Proses pewarnaan kain batik umumnya dilakukan dengan menggunakan pewarna kimia. Namun kini semakin populer pula proses pewarnaan yang menggunakan bahan baku dari alam. Dengan menggunakan pewarna alam ini, proses pembuatan batik tentunya menjadi lebih ramah lingkungan.

Untuk memperkenalkan proses pewarnaan alam ini, Komunitas Klasik Indonesia mengadakan workshop “Ikat Celup dengan Pewarna Alam” di Museum Tekstil Indonesia, Jakarta, beberapa waktu lalu. Dalam workshop yang merupakan salah satu rangkaian program bertema “Dari Wanita untuk Karya dan Alam Indonesia” ini dijelaskan pula berbagai kelebihan dari zat pewarna alam.

Bahan pewarna alami umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti kayu, kulit kayu, akar, kulit akar, biji, kulit biji, daun, maupun bunga. Proses pewarnaan dengan menggunakan zat warna alam memang lebih rumit jika dibandingkan dengan menggunakan zat pewarna sintetis. Sebab, prosesnya harus dilakukan berulang kali untuk mendapatkan warna seperti yang diinginkan. Namun warna-warna yang dihasilkan memang cenderung menjadi lembut serta bersifat unik dan eksklusif. Karakteristik dari tumbuhan dan faktor lingkungan lah yang mempengaruhinya.

Masalahnya, tak semua bahan tekstil bisa diwarnai dengan zat pewarna alam. Bahan yang bisa digunakan adalah yang berasal dari serat alam seperti sutera, wol, dan kapas (katun). Sedangkan bahan-bahan dari serat sintetis seperti polyester atau nilon tidak memiliki afinitas, atau daya tarik, terhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit diwarnai dengan zat warna alam. Bahan dari sutera umumnya memiliki afinitas paling baik terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.

Benny Gratha, volunteer Museum Tekstil Indonesia, lalu membeberkan pula tahap-tahap pewarnaan alam tersebut:

1. Mordant
Agar warna dapat menempel dengan baik, kain yang akan diwarnai harus di-mordant terlebih dahulu. Proses mirdant dilakukan dengan merendam bahan ke dalam garam-garam logam seperti tawas. Zar-zat mordant ini berfungsi untuk membentuk jembatan kimia antara zat warna alam dengan serat sehingga afinitas (daya tarik) zat warna meningkat terhadap serat, dan berguna untuk menghasilkan kerataan dan ketajaman warna yang baik. Sebelum dilakukan proses mordant, kain terlebih dahulu dicuci dan direndam dalam air sabun selama 12 jam, kemudian dibilas dan dikeringkan.

2. Ekstraksi dan pewarnaan
Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk mengambil pigmen-pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan, baik yang terdapat pada daun, batang, buah, bunga, biji, maupun akar. Proses pengambilan pigmen zat warna alam disebut proses ektraksi, dilakukan dengan cara merebus bahan dengan air.

3. Fiksasi
Fiksasi merupakan proses untuk memperkuat warna agar tidak luntur. Fiksasi dapat dilakukan dengan beberapa bahan seperti tawas, kapus, atau tanjung. Masing-masing bahan mempunyai karakteristik yang berbeda terhadap warna.

Kamis, 19 Januari 2012

Warna-warni Batik Tasikmalaya

asikmalaya memiliki batik khasnya sendiri. Sayangnya, batik Tasikmalaya kalah pamor dibanding batik asal Pekalongan dan Solo. Padahal, keelokan batik Tasikmalaya tak bisa dianggap sebelah mata.

Lihat saja sekilas dan Anda pasti jatuh hati. Bagaimana tidak, warna-warna mencolok seperti merah, biru, dan hijau merupakan warna khas dari batik Tasikmalaya. Menurut Deden, perajin batik Tasikmalaya, ketiga warna cerah tersebut sejak lama menjadi ciri khas batik Tasikmalaya. Deden merupakan salah satu perajin di sentra batik Tasikmalaya yang terletak di Jalan Cigeureung, Kecamatan Cipedes, Tasikmalaya, Jawa Barat.

"Kita juga produksi warna juga sesuai permintaan pasar. Tapi kalau merah, biru, dan hijau ini ciri khas dari dulu, jadi selalu ada. Sekarang trennya itu warna ungu," ujarnya.

Deden adalah pemain lama di industri batik Tasikmalaya. Ia terkenal sebagai produsen terbesar di Cigeureung. Deden merupakan generasi kedua dari keluarga perajin batik Tasikmalaya.

"Ini sejak tahun 1950-an. Awalnya usaha bapak saya, Haji Asep. Masih rumahan lalu punya satu pabrik. Sekarang kita ada dua pabrik," tuturnya.

Beberapa ornamen klasik khas batik Tasikmalaya adalah lereng suling, sekar jagat, dan serat kayu. Ada pula ornamen-ornamen lainnya. Sebut saja ornamen bilik yang berbentuk seperti garis-garis berjejer dalam posisi horizontal berselingan dengan posisi vertikal.

Deden memproduksi batik dengan dua cara, yaitu batik tulis dan batik cap. Ia menceritakan perlu waktu dua minggu untuk menghasilkan batik tulis. Sementara batik cap hanya perlu sekitar dua hari. Oleh karena itu, batik tulis tentu saja lebih mahal harganya.

Deden biasa mengikuti pameran di Jakarta sehingga para pelanggannya pun tersebar di berbagai daerah. Jika Anda warga Jakarta, tenang saja ketika Anda mampir ke galeri Deden di Tasikmalaya, tetapi merasa tak menemukan apa yang Anda cari. Anda bisa memesan untuk model baju dengan kain tertentu yang Anda inginkan. Lalu ambillah pesanan saat Deden ikut serta pameran di Jakarta.

Memang, sering kali pelanggan menginginkan suatu model, tetapi tak merasa cocok dengan warnanya. Ada pula pelanggan yang naksir dengan suatu kain, tetapi tak tersedia dalam suatu bentuk baju jadi. Jangan lupa untuk mampir ke pabrik Deden. Mintalah pegawai di galeri untuk mengantarkan Anda ke pabrik sehingga Anda bisa melihat proses pembuatannya. Selain itu, Anda juga bisa minta diajarkan pembuatan batik.

"Gratis, kami tidak pungut bayaran untuk yang ingin coba belajar singkat. Kami sediakan kain seukuran sapu tangan untuk belajar membatik. Banyak rombongan yang datang kemari untuk berwisata batik. Ada juga yang individu," katanya.

Beberapa orang mengaku harga batik Tasikmalaya lebih mahal dibanding batik asal Pekalongan dan Solo.

"Bahan baku untuk batik Tasikmalaya masih ambil dari Pekalongan. Dulu di Tasikmalaya ada pabrik tekstil tapi lalu tutup," ujar Deden. Salah satu pegawainya, Bapak Aki, adalah mantan pekerja di pabrik tekstil tersebut. Sejak pabrik itu tutup, ia pun bekerja di usaha batik milik Deden.

"Saya sudah kerja di sini sejak tahun 1976, dari masih dipegang Haji Asep," kata Bapak Aki sambil sibuk mengecap batik.

Ia memang bertugas membuat batik cap. Bapak Aki mengaku di usianya yang sudah tua, matanya mulai lemah. "Jadinya oleh Pak Deden saya ditugaskan untuk mengecap motif yang besar-besar saja. Kalau yang motif kecil saya susah lihatnya," ujarnya.

Sementara itu, di sudut lain pabrik batik milik Deden, tangan-tangan terampil ibu-ibu tua bagaikan menari di atas kain. Canting bergesekan dengan kain dan aroma lilin mengudara. Deden menjelaskan, ia sengaja mempekerjakan para ibu sepuh itu karena memang mereka ini yang terampil dalam membatik. "Mereka sangat teliti dan rapi," ujarnya. Sesekali terdengar riuh tawa para ibu yang saling bercanda. Dalam dekapan kain warna-warni, ibu-ibu sepuh itu laksana sedang bermain dalam taman batik.