Selasa, 21 Mei 2013

Jika Iis Jadi Pemimpin, Semua Wajib Pakai Batik Setiap Hari



Iis Rahayu (16) bocah yang sekolah non formal di Pusat Kegiatan Anak, Jalan Tambak, Manggarai juga ikut pelatihan membatik, karena dirinya sudah mencintai batik sejak SD.

"Sejak kelas lima SD saya sudah suka batik, karena bentuknya yang indah dan unik," tutur bocah yang memiliki hobi menggambar itu.

Sebelum mengikuti pelatihan ini, Iis mengaku sudah memiliki cita-cita sebagai perajin sekaligus pengusaha batik. Sebab, menurutnya perajin muda di Indonesia sudah mulai menipis, seiring adanya perkembangan teknologi.

"Selain pengen jadi pengusaha batik, saya juga mau jadi pemimpin Jakarta. Kalau jadi pemimpin nanti, setiap hari semua orang yang kerja harus memakai batik supaya karya seni asli Indonesia dapat lestari," jelas Iis.

Sementara itu, Alles Saragi selaku Direktur Sahabat Anak mengatakan, pelatihan ini bertujuan untuk menumbuhkan semangat enterpreneurship (kewirausahaan) dan meningkatkan ketrampilan bagi anak marjinal, yang umumnya tidak memiliki latar belakang sekolah formal.

"Komunitas anak marjinal sudah sangat jelas membutuhkan pendidikan semacam ini, karena melalui pendidikan tersebut, mereka akan mampu menciptakan pekerjaan bagi diri sendiri yang akan menolong mereka keluar dari jalanan," kata Alles.

Dikatakan Alles, pelatihan yang dilaksanakan di Museum Tesktil Jakarta ini difasilitasi oleh Batik Semar dengan programnya yang disebut Piwulangan Semar.

"Kalau peralatan membatik kami dapatkan dari Batik Semar, sementara tenaga pengajarnya kami dapatkan dari Museum Tekstil Jakarta," kata Alles lagi.

Misari, Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan Museum Tesktil Jakarta mengatakan pihaknya sangat mendukung pelatihan ini, karena bertujuan untuk melestarikan batik yang sudah diakui sebagai budaya Indonesia.

"Pelatihan ketrampilan ini akan semakin mendorong timbulnya rasa cinta terhadap produk tekstil tanah air. Dan dilain pihak, juga dapat memberi kesempatan yang baik untuk mata pencaharian anak-anak di masa mendatang," kata Misari.

Misari menjelaskan, metode pelatihan akan menekankan pada praktek dan inisiasi sesuai karakter anak jalanan dan marjinal. "Kelengkapan fasilitas pelatihan yang dimiliki oleh Museum Tekstil sangat menunjang kegiatan ini. Mulai dari ruang pameran, ruang pelatihan, hingga infrastruktur pelatihan dari tenaga profesional," ungkapnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar