Selasa, 16 April 2013

Batik Tanah Liek, Batiknya Sumatera Barat


Wirda Hanim mengangkat  kembali pesona  batik tanah liek. Bila dulu batik ini dibawa dari Cina, kini ia memproduksinya di Ranah Minang.  

 Batik ini disebut batik tanah liek, karena batik yang asalnya dari Sumatera Barat itu salah satu pewarnanya adalah tanah liek, yaitu tanah liat. Ada bermacam-macam sumber pewarna alam lainnya. Ada yang dari kulit jengkol, kulit rambutan, gambir, kulit mahoni, daun jerame dan masih banyak akar-akar lainnya yang juga digunakan. Sejumlah pewarna alam ini adalah hasil penemuan Wirda Hanim yang sudah berulang-ulang  kali dicoba.

Untuk mengetahui cara membuat pewarna alam, Wirda Hanim sempat belajar ke Yogyakarta. Setelah kembali ke Padang, ia mengolah lagi dan tak bosan-bosannya melakukan eksperimen berulang kali dengan memanfaatkan bahan alam yang ada di sekitarnya. Kerja keras serta upayanya itu tidak sia-sia. Pada 2006, ia mendapat Upakarti dari Presiden.

 Sebelum terjun sebagai perajin batik,  mulanya Wirda  adalah perajin sulam dan bordir. Ceritanya suatu hari ia menghadiri acara pesta  Di sana ia melihat ada seorang wanita tua mengenakan batik tanah liek yang sudah lusuh. Wirda ingin sekali agar batik lusuh itu dapat cerah seperti sedia kala. Tapi ia tidak tahu caranya. Rasa ingin tahunya mengenai batik semakin menggebu. Wirda jadi  `jatuh hati` pada batik. Tak kepalang tanggung, ia belajar membatik di Yogyakarta. Karena ternyata tidak mudah, akhirnya ia memboyong pembatik asal Jawa Tengah itu ke Padang. Oleh Wirda sejumlah ibu rumah tangga di sekitar rumahnya dikumpulkan untuk belajar membatik. Akhirnya sampai kini mereka jadi pandai membatik. Para ibu rumah tangga inilah adalah bagian dari 50 perajin batik yang bekerja untuk Wirda. Selain mereka, Wirda mempekerjakan kaum pria untuk bagian pencelupan warna dan melorot..

Menurut Yanti, yang sehari-harinya dipercaya di bagian penjualan, Wirda Hanim satu-satunya perajin batik di Padang yang menggunakan pewarna alam.  “Selain sudah pernah pameran di berbagai kota besar, Ibu pernah pameran di luar negeri, yang saya tahu sekali di Afrika.”jelas Yanti.

Batik Tanah Liek menurut sejarahnya berasal dari Cina yang dibawa oleh pedagang  Cina.  Karena indahnya wanita Minang memanfaatkan batik ini untuk selendang. Harganya tergolong mahal  Sehingga hanya digunakan pada acara-acara tertentu saja. Pada acara itu pun hanya dipakai oleh ninik mamak dan bundo kanduang, atau panutan adat.  Selendang ini selalu dipertahankan oleh orang Minang sebagai kerajinan peninggalan nenek moyang.

Oleh Wirda kini Batik Tanah Liek didesain dengan aneka ragam. Selendang kisaran harganya dari Rp 100 ribu sampai Rp 1 juta. Termahal sarimbit dengan bahan tenun sutra ATBM sampai Rp 3 juta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar